Jumat, 29 Juli 2011

Lunturnya Budaya Wayang Bagi Kalangan Remaja

MAKALAH ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR
Tema: Lunturnya Budaya Wayang Bagi Kalangan Remaja



Disusun Oleh:
Andika Yudha Negara


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI BANK BPD JATENG
Tahun Ajaran 2010 / 2011







KATA PENGANTAR

     
      Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmatNYA, kami masih dapat menyumbangkan buah pikir kami untuk kalangan remaja dibidang budaya jawa terutama wayang orang. Karena kami menilai budaya wayang orang yang sarat akan petuah dan budi pekerti ini sudah tidak dikenal lagi dan bahkan cenderung diabaikan.  Mereka memilih berkiblat pada budaya barat yang sangat melenceng dengan budaya kita.
Mari kita tengok sejenak tetangga kita Negara Australia, Jepang dan Negara lain yang  sengaja  datang  jauh-jauh di kota Yogyakarta hanya untuk belajar menari dan bahkan ikut bergabung wayang orang hanya ingin supaya dapat memperoleh ilmu yang di negaranya tidak dijumpainya.
Oleh karena itu melalui tulisan ini kami berharap kepada generasi muda, mari kita jaga dan kita lestarikan budaya kita yang adiluhung ini agar tidak punah diambil oleh orang lain, dengan melalui budaya belajar dan berlatih menari serta mencintai seni tari.
            



Semarang,14 Juli 2011


                                                                                                                             
                                                                                                                                         Penulis









DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR           
Lunturnya Budaya Wayang di Kalangan Remaja          
Antusiasme Masyarakat Solo dan Yogyakarta              
Wayang Modern            
PENUTUP            
DAFTAR PUSTAKA                       






Lunturnya Budaya Wayang Bagi Kalangan Remaja



Budaya Jawa yang Adi Luhung terutama wayang.Baik wayang kulit atau wayang orang yang sarat akan petuah maupun budi pekerti kini mulai luntur ditinggalkan.Dahulu juga Sunan Kalijaga menyebarka agama Islam menggunakan media wayang yang di dalamnya merupakan penggambaran dari kehidupan manusia.Tapi sayang budaya yang semestinya dijaga,dilestarikan bahkan dikembangkan untuk anak cucu kita mulai luntur ,mereka beranggapan budaya wayang sudah kuno dan ketinggalan zaman.
Kebudayaan-kebudayaan bangsa sekarang sudah mulai luntur dari masyarakat kita karena masyarakat kita khususnya para pemuda lebih condong senang meniru budaya-budaya luar dari pada budaya asli kita sendiri.Misalnya saja kesenian wayang orang di kota Semarang yang bernama Ngesti Pandowo, yang dulu menempati lokasi di Jalan Pemuda ( kini mall Paragon), lalu berpindah tempat di Pedurungan, dan berpindah tempat lagi di Taman Budaya Raden Saleh. Itu semua dikarenakan kurangnya apresiasi  masyarakat kota semarang, dan lebih-lebih remajanya terhadap kesenian tradisional terutama wayang orang.

Budaya asli kita yang rapuh dan luntur ini menyebabkan kemelut atau persoalan bangsa kita semakin kompleks. Sikap saling menghargai mulai sulit kita jumpai, sikap egois semakin merajalela sopan santun yang muda terhadap yang tua semakin menjadi barang mewah.
Saat ini budaya barat berkembang dengan pesatnya di negara berkembang. Modernisasi yang dianggap tidak ubahnya sebagai westernisasi telah menggerus budaya tradisional. Negara maju dianggap memiliki kebudayaan yang lebih modern sehingga perlu ditiru oleh negara berkembang. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi menjadi faktor yang semakin memperkuat penetrasi budaya barat pada budaya tradisional. Menjadi sebuah ketidakadilan ketika arus pertukatan budaya hanya bersifat searah, yaitu dari negara maju ke negara berkembang.Ironis memang bila melihat perkembangan budaya barat masuk dengan cepat ke Negara kita.

Perubahan pada tingkat global dipengaruhi oleh pola hubungan antar negara. Negara berkembang cenderung hanya sebagai “objek” perubahan yang dihasilkan oleh negara maju. Berbagai teori yang menjelaskan hubungan antar negara memberi gambaran bahwa peran negara maju dalam modernisasi menghasilkan gejala globalisasi. Globalisasi ini yang meluluhlantakan nilai budaya tradisional.
Budaya bangsa yang luntur dan rapuh harus kita kembalikan agar kamelut- kamelut bangsa kita ini menjadi sirna. Untuk mengembalikan kebudayaan bangsa kita yang luntur tentunya diperlukan membuat kesadaran masyarakat bahwa budaya bangsa kita adalah harta yang tak ternilai harganya yang dapat mengembalikan negara kita yang penuh dengan ketentraman, ketenangan dan pandangan dunia bahwa bangsa kita adalah bangsa yang selalu menghargai kebudayaan bangsanya.
Nilai seni di masyarakat-pun mengalami pergeseran ke arah komersialisasi, padahal dulu seni lebih didominasi oleh rasa seni dan keindahan, terlepas dari pertimbangan material. Wayang kulit, wayang orang, wayang golek atau bentuk kesenian rakyat lainnya, kini sudah banyak diberi pesan sponsor, sehingga tidak lagi menghasilkan kesenian yang bermakna dalam memberi kontribusi nilai kepada kehidupan, bahkan dengan adanya pesan – pesan sponsor, nilai kesenian menjadi jelek dan tidak mandiri lagi, bahkan menyimpang dari pakem sesungguhnya.




Antusiasme Masyarakat Solo dan Yogyakarta


            Lain halnya dengan masyarakat Solo maupun Yogyakarta yang mana kebudayaan terutama wayang orang maupun wayang kulit telah mendarah daging. Terbukti banyaknya masyarakat yang antusias mengikuti lomba dalang cilik, lomba tari maupun lomba sendra tari yang diadakan oleh Pemda setempat.
            Tak haran mulai dari tingkat SD hingga SLTA di kota ini memunculkan dalang-dalang cilik maupun pemain tari yang mumpuni, misalnya saja SMK N 8 Solo dari dulu hingga kini tiap bulannya selalu mengadakan pagelaran wayang yang pemainnya dari kalangan alumni hingga masih berstatus sebagai pelajar.
            Sedangkan pertunjukan wayang kulit yang dimainkan dalang cilik yang berkolaborasi dengan wayang orang dimainkan secara apik oleh anak-anak sekolah dalam Temu Dalang Cilik Nusantara IV yang di selenggrakan pada tanggal 4 Juli 2011 lalu di Pendopo Taman Budaya Surakarta.




Sebagai contoh dalam lakon Kumbokarno gugur yang ia mainkan. Penampilan fisik seseorang tak bisa untuk menilai sifat dan tabiatnya. Ada hal yang lebih penting sebagai cermin diri manusia, yakni hati. Begitu pula dalam kisah pewayangan yang penuh dengan tuntutan dan petuah bijak warisan leluhur. Prabu Dasamuka, merupakan sosok jahat, yang digambarkan bertubuh besar dan berwajah sangar. Ia memiliki saudara, Kumbokarna yang memiliki postur tubuh tak kalah sangarnya dengan dirinya.

Sebagai senopati dalam pertempuran, Kumbakarna memang maju berperan melawan Ramawijaya. Namun, niatnya berperang bukanlah untuk membela saudara yang jahat, Dasamuka. Ia hanya ingin membela tanah kelahirannya, Astina, agar tak dikuasai pihak lain dan tidak terjadi pertumpahan darah yang lebih parah.
Lain halnya para mahasiswa di ISI kota Solo, para mahasiswanya banyak berkiprah di luar kota Solo bahkan mereka kerap melanglang buana seperti di Amsterdam, Amerika, Australi, Jepang, dan lain sebagainya. Itu semua dilakukan hanya untuk memperkenalkan kebudayaan Jawa terutama wayang kepada warga Negara asing.
            Sedangkan warga Yogyakarta sering mengadakan pertunjukan wayang orang gaya Yogyakarta. Adapun pemainnya dari kalangan anak-anak hingga tua, bahkan tak ketinggalan sang maesto pun unjuk kebolehan. Dengan seringnya pagelaran wayang yang diselenggarakan mengusik turis asing turut serta belajar seni tari( wayang ) maupun seni pedalangan yang diselenggarakan oleh padepokan-padepokan di Yogyakarta.





 






Wayang Modern


          Pertunjukan seni budaya jawa khususnya wayang yang akhir-akhir ini dikemas secara modern oleh para seniman wayang orang maupun wayang kulit dikemas dalam satu pertunjukan. Inovasi yang disuguhkan cukup  memikat karena didukung oleh music orchestra, tata tari, tata laga, dan tata lampu yang mirip ala Hollywood sehingga tercipta seni tari yang apik untuk ditonton.
Untuk itu penulis mengajak kepada masyarakat kota Semarang dan khususnya para remaja untuk lebih mencintai budaya Jawa itu semua agar generasi muda bisa mengenal dan memaknai filosofi agung yang terkandung dalam kharakter dan tokoh pewayangan dan tak kalah penting jangan sampai malah kita belajar budaya Jawa dari orang asing.








PENUTUP






Dari uraian diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa, nilai-nilai kebudayaan khususnya wayang orang sudah mulai luntur. Para pemuda lebih condong senang meniru budaya-budaya luar dari pada budaya asli kita sendiri. Mereka beranggapan bahwa budaya Indonesia adalah budaya yang kuno, monoton dan membosankan. Rasa cinta dan bangga pada budaya sendiri telah hilang. Nasib bangsa Indonesia dan nilai-nilai kebudayaan sangat tergantung kepada kemampuan penalaran, skill, dan manajemen masyarakat khususnya kaum muda sebagai generasi penerus. Sayang sekali sampai saat ini, masyarakat Indonesia mengalami krisis kebudayaan. Hal ini disebabkan Kebudayaan asli bangsa Indonesia dibiarkan merana, tidak terawat, dan tidak dikembangkan oleh pihak-pihak yang berkompeten. 
Sebagian dari mereka lebih mementingkan uang dan kapentingan pribadi. Ruang publik masyarakatpun tidak lagi normal dan bersih sebagai tempat yang bebas untuk berekspresi. Mereka semakin sulit mengaksesnya karena keberpihakan kepada mereka juga meluntur, seiring menipisnya solidaritas dan kebersamaan.
Dalam proses pembaharuan dengan perubahan tersebut sikap mental dan ketahanan budaya berperan positif untuk menjaga keseimbangan antara kesinambungan sistem nilai yang disepakati dengan unsur perubahan menuju kemajuan. Inilah yang secara umum harus dianggap sebagai muatan konsep dasar kebudayaan Indonesia.
Selain menjadi tantangan bagi kelangsungan hidup kebudayaan nasional, media massa juga melakukkan hal-hal yang mendukung perkembangan kebudayaan nasional. Bila hal ini dilakukan untuk mendukung perkembangan kebudayaan nasional dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kebudayaan nasional yang selama ini telah menjadi acuan dan tuntunan kehidupan masyarakat, maka media massa patut mendapat apresiasi dan acungan jempol. Dan kita sebagai anggota masyarakatpun harus menyambut gembira dan turut mendukung pelestarian budaya nasional dengan sebaik yang kita bisa lakukan.
Untuk itu kami mengajak kepada masyarakat maupun para remaja khususnya kota Semarang untuk turut serta nguri-nguri atau melestarikan kebudayaan Jawa khususnya wayang, misalnya dengan melihat pertunjukan wayang orang maupun  wayang kulit,  ikut andil belajar menari ataupun belajar mendalan. Dengan jalan ini, mudah-mudahan kebudayaan jawa tidak punah ditelan masa.



DAFTAR PUSTAKA



·        Solopos hari Selasa 12 Juli 2011
·        Kompas,8 Juni 2011
·        Suara Merdeka Senin,9 Mei 2011
·        Solopos Rabu,6 Juli 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar